Di dalam dunia perbankan terdapat istilah kliring yang
sering kali kita dengar. Ketika seseorang mentrasfer uang dari satu
rekening bank ke rekening bank yang berbeda, misalnya dari bank BCA ke
bank Mandiri dan sebaliknya maka terjadilah proses kliring.
Pengertian
umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik
antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring (dari
bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan
dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat
terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya
pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab
kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang
dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi. Kliring
melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur
kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai
dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu
melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah
termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang
menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.Saat ini di Indonesia terdapat 105 penyelenggara kliring lokal, baik yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Transaksi yang dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet dan transfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain) maupun warkat kredit. Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BIRTGS).
Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4 (empat) jenis sistem
yang berbeda yaitu :
a. Sistem Kliring Elektronik atau dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b. Sistem Kliring Otomasi, digunakan di Surabaya, Medan dan Bandung;
c. Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33 wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
d. Sistem Manual (di 31 penyelenggara Non-BI).
Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada
awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan
dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di
Jakarta dimana pada akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052
lembar warkat perhari dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal
ini menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak
efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk
sering kali diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
Penyelenggaran kliring
Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara Bank-bank di suatu wilayah kliring yang disebut “kliring lokal” yang dimaksud kliring lokal ialah suatu lingkungan tertentu yang memungkinkan kantor-kantor tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang telah ditentukan
Bank peserta kliring adalah Bank-bank umum dan Bank-bank pembangunan yang berada dalam wilayah kliring tertentu dikoordinasikan oleh Bank Indonesia atau Bank lain yang ditunjuk dalam wilayah itu.
Ada dua macam penyertaan kliring yang kita kenal,yaitu :
Warkat Kliring
Pertemuan kliring lokal dilakukan dalam dua tahap yaitu:
1. Cap kliring
5. Bilyet Saldo
6. Dihentikan dari Kliring
Peserta dapat mengajukan permohonan pengunduran diri dari kliring jika mengalami hal-hal sebagai berikut :
1. Bagi Bank Indonesia
a. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal :
1) operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
2) maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang
terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas
dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).
TUJUAN DAN MANFAAT
a. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi
warkat kredit.
b. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara Bank-bank di suatu wilayah kliring yang disebut “kliring lokal” yang dimaksud kliring lokal ialah suatu lingkungan tertentu yang memungkinkan kantor-kantor tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang telah ditentukan
Tempat-tempat yang tidak terdapat
kantor Bank Indonesia,maka penyelenggaraan kliring diserahakan kepada
Bank yang di tunjuk oleh Bank Indonesia.Bank yang di tunjuk ini harus
memenuhi beberapa persyaratan,antara lain kemampuan administrasi tenaga
pimpinan dan pelaksana,ruangan kantor,peralatan komunikasi dan lain-lain
di samping itu ada ketentuan khusus bagi Bank pelaksana kliring sebagai
berikut :
- Kewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
- Menyampaikan laporan-laporan tentang data-data kliring setiap minggu bersama-sama dengan laporan likuiditas mingguan kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan,
- Untuk mempermudah Bank penyelenggara kliring dalam penyediaan uang kartal,maka ditentukan bahwa hasil kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening Bank tersebut pada Bank Indonesia.
Bank peserta kliring adalah Bank-bank umum dan Bank-bank pembangunan yang berada dalam wilayah kliring tertentu dikoordinasikan oleh Bank Indonesia atau Bank lain yang ditunjuk dalam wilayah itu.
Ada dua macam penyertaan kliring yang kita kenal,yaitu :
- Penyertaan langsung yaitu memperhitungkan warkat secara langsung dalam pertemuan kliring,dan yang dapat ikut dalam penyertaan langsung itu adalah kantor Bank Indonesia ,kantor pusat Bank umum dan Bank pembangunan serta kantor cabang kedua Bank itu.
- Penyertaan tidak langsung yaitu memperhitungkan warkat dalam pertemuan kliring melalui kantor pusat atau satu kantor cabangnya yang menjadi peserta kliring yang ikut dalam penyertaan tidak langsung ini ialah kantor cabang dan kantor cabang pembantu.disamping itu untuk menjadi peserta kliring ditetapkan pula beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kantor Bank umum atau kantor Bank pembangunan yaitu:
- Kantor Bank yang bersangkutan harus mempunyai izin usaha dari menteri keungan,
- Keadaan administrasi dan keuangan Bank tersebut memungkinkan Bank tersebut untuk memenuhi kewajibannya dalam kliring,
- Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai jumlah sekurang-kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian Bank baru di wialyah yang bersangkutan,
- Bagi penyelenggara Bank-bank peserta diwajibkan untuk menyetor jaminan kliring sebesar 10% dari kewajian yang dapat dibayar dan kelongaran tarik kredit kewajiban ini hanya berlaku bagi kantor yang baru menjadi peserta kliring atau baru direhabiliter.jaminan kliring ini berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penyetoran.kewajiban menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah wilayah kliring,
- Suatu kantor Bank umum atau Bank pembangunan diwajibkan kliring,setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia.
Wakil Peserta Kliring
Setiap Bank peserta langsung
menunjuk sekurang-kurangnya dua orang wakil tetap pada lembaga kliring.
pemberitahuan mengenai wakil tetap ini disampaiakan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dengan dilampiri contoh tanda tangan dan paraf
dari wakil-wakil tersebut.
Wakil-wakil ini dibedakan atas dua golongan :- Golongan A , Golongan ini hanya berwenang untuk membuat,mengubah,memberikan tanda terima dan tanda tangan daftar rekapitulasi,neraca,dan bilyet saldo kliring.
- Golongan B, Disamping melaksanakan apa yang dilakukan golongan A,golongan ini juga berwenang untuk mengubah,menambah,dan menanda tangani surat penolakan tersebut.
Waktu Kliring
Kliring diselenggarakan setiap
hari kerja sepanjang kantor penyelenggara dibuka untuk umum.pertemuan
kliring diadakan dua kali sehari dan jadwalnya ditetapkan oleh
penyelenggara.jiks salah satu peserta kliring karena suatu hal tidak
dapat turut serta dalam kliring,peserta kliring tersebut diwajibkan
untuk mengajukan permohonan pada penyelenggara kliring sepuluh hari
sebelumnya.bila permohonan telah disetujui maka peserta yang
bersangkutan diwajibkan mengemukakan hal tersebut dalam surat kabar yang
mempunyai peredaran yang luas di tempat tersebut.penyelenggara akan
mengemukakan hal tersebut pada peserta dua hari kerja sebelum hari
efektif.
Yang dimaksud dengan warkat
kliring ialah alat lalu lintas pembayaran giral yang diperhitungkan
dalam kliring.warkat kliring terdiri dari cek bilyet giro.surat bukti
penerimaan transfer dari luar kota,wesel Bank untuk transfer kredit dan
nota debet.semuanya dinyatakan dalam mata uang rupiah dan nilai nominal
penuh (100% fac value ).
Warkat – warkat lain dari yang
disebutkan di atas perhitungan sebagai lampiran nota debet.semua warkat
diperhitungkan kepada peserta lainya melalui kliring kecuali :
- Warkat untuk penyelesaian saldo negatif atau saldo debet,
- Warkat-warkat untuk melimpahkan likuiditas dari satu peserta kepada kantor yng lain.
- Penyetoran lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
Pertemuan kliring lokal dilakukan dalam dua tahap yaitu:
- Pertemuan kliring penyerahan dan
- Kliring retur.
1. Cap kliring
- Semua warkat harus dicap terlebih dahulu dengan cap yang memuat sebutan kliring dan dicantumkan nomor kode kelompok peserta yang bersangkutan.
- Cap kliring harus disetujui oleh penyelenggara dan di muka peserta lain.demikian pula bila ada perubahan atau pegantian Cap kliring.
- Cap kliring pada nota debet maupun kredit merupakan bukti atau tanda pengenal dari peserta.
- Cap kliring pada bilyet giro yang tidak ditolak berarti peserta yang membubuhi Cap tadi telah menerima sejumlah dana yang tercantum dalam bilyet giro tersebut.
- Jika dalam satu warkat terdapat lebih dari satu cap kliring maka cap kliring terdahulu harus dibatalkan denganm cap kliring pembatalan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari peserta yang bersangkutan.
- Untuk memperlancar penyelenggaraan kliring,peserta dibagi atas beberapa kelompok.
- Sebelum kliring dimulai warkat-warkat dipisahkan menurut kelompok yang bersangkutan.warkat debet dan warkat kredit diperinci nilai nominalnya dalam daftar kliring tersendiri.nilai nominal dan banyaknya warkat dalam daftar kliring dijumlahkan.
- Serah terima warkat kliring yang telah ditandatangani oleh wakil peserta kliring.berlangsung antara yang menyerahkan dan yang menerima warkat setelah menandatangani daftar kliring sebagai bukti penerimaan.
- Apabila terjadi perbeaan pendapat antara dua peserta mengenai dapat tidaknya warkat diperhitungkan dalam kliring.maka keputusan terakhir diserahkan kepada penyelenggara.
- Dari hasil penyerahan dan penerimaan warkat masing-masing wakil peserta disusun neraca penyerahan ditandatangani dan dibubuhi nama jelas.neraca kliring ini harus dilengkapi dengan rekapitulasi penyerahan dan penerimaan baik untuk warkat-warkat debet maupun kredit.
- Peserta dilarang menerima setoran untuk langsung dikliringkan di kantor penyelenggara.
- Warkat debet dapat diterima oleh masing-masing pesrta apabila warkat tersebut memenuhi syarat dan dananya cukup tersedia.
- Semua warkat debet yang ditolak karena tidak memenuhi persyaratan butir a) diatas dikembailiakan pada peserta yang mengajukan pada waktu kliring retur.pengembalian warkat kredit dilakukan melalui kliring penyerahan setelah diketahui adanya kesalahan.
- Pengembalian warkat disertai dengan surat keterangan penolakan (SKP) yang ditandatangani dan diberi nama jelas peserta penerima. SKP tersebut berisi alassan-alasan penolakan warkat.sesuai ketentuan-ketentuan tentang cek bilyet giro kosong.
- Warkat asli diserahkan kepada pesrta yang mengkliringkan,
- Tembusan pada penyetor,
- Tembusan pada penyelenggara,
- Warkat yang ditolak dan diduga ada kriterianya dengan kejahatan,harus ditahan,kemudian dibuat surat keterangan pemalsuan dan dilaporkan pada polisi.
Semua warkat yang dikembalikan
(diretur),disortir kemudian dibagi menurut kelompok masing-masing
peserta.warkat-warkat ini kemudian dicatat dalam daftar kliring retur
dengan diperinci menurut nilai nominalnya kemudian dijumlahkan
warkat-warkat nilai nominalnya.setelah ditanda tangani wakil
peserta,daftar kliring retur besrta wakil-wakil kliring tentang dapat
tidaknya satu warkat kliring ditolak,mak keputusan terakhir diserahkan
kepada penyelenggara.dari hasil serah terima warkat dalam kliring retur
kemudian disusun neraca kliring retur yang saldonya merupakan pelengkap
dari saldo neraca kliring penyerahan.
Berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring retur dibuat bilyet saldo kliring yang memuat hasil kliring dan call money.oleh
penyelenggara dibuatkan neraca gabungan yang merupakan kompilasi dari
neraca masing-masing pesrta.kliring dinyatakan selesai apabila neraca
kliring gabungan telah seimbang dan hasil kliring masing-masing peserta
telah dapat diselesaikan.
Apabila jumalh kewajiban dari
suatu peserta melampaui jumlah dana (saldo) dan jaminan kliring yang
tersedia pada penyelenggara,mak pelampauan itu disebut sldo
negatif.peserta yang bersangkutan diberi kesempatan untuk menyelesaikan
saldo negatif itu selama 30 menit setelah pertemuan kliring retur
ditutup.jika sampai batas waktu tadi tidak dapat diselesaikan juga maka
atas pertunjukan Bank Indonesia penyelenggaraan dapat memperpanjang
waktu yang dimaksud sampai hari kliring berikutnya sebelum kas dari
kantor penyelenggara dibuka dan jika saldo negatif tidak dapat
diselesaikan juga maka terhadap peserta itu dikenakan penghentian
sementara pengikut sertaannya dalam kliring.
7. Pengunduran Diri dari KliringPeserta dapat mengajukan permohonan pengunduran diri dari kliring jika mengalami hal-hal sebagai berikut :
- Mengalami kesulitan keuangan yang mengakibatkan tidak terpenuhinyan syarat-syarat untuk diikut sertakanya lebih lanjut kliring.
- Kepengurusan peserta yang bersangkutan tidak menunjukan keadaan semestinya seperti perselisiahan dalam kepengurusan.
- Pastikan bahwa Cek/BG tidak dalam keadaan lusuh/lecek/sobek, karena akan mengganggu pada saat pemrosesan Cek/BG tersebut dalam sistem kliring.
- Pastikan Anda mengkliringkan Cek/BG atau transfer uang Anda pada waktu jam pelayanan kas Bank Anda, agar transaksi Anda dapat diterima pada hari yang sama. Apabila perlu, tanyakan kepastian diterimanya dana tersebut.
- Apabila dana tersebut baru diterima di rekening Anda keesokan harinya setelah pukul 09.00 atau hari-hari selanjutnya, maka Anda dapat meminta kompensasi bunga sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Bank dimana rekening Anda berada.
- Apabila Cek/BG yang Anda pegang ditolak dalam kliring, tanyakan pada Bank sebab/alasan Cek/BG tersebut ditolak dan mintalah bukti tertulisnya. Sebab-sebab umum yang sering kali terjadi adalah karena syarat formal tidak dipenuhi, seperti pencantuman tanggal dan tempat dikeluarkannya Cek/BG atau saldo yang tidak mencukupi.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah
untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi
prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring. Adapun
manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai berikut
:1. Bagi Bank Indonesia
a. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal :
1) operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
2) maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang
terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas
dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).
2. Bagi Bank
TUJUAN DAN MANFAAT
a. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi
warkat kredit.
b. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
Sistem kliring data elekronik diindonesia
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking.
Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) Perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat “back end”, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.
Selain itu, beberapa jenis E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening bias any berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smart card). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-bankinf semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya semakin terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip”- yang bisa mengkaitkan dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah ini:
Automated teller machine (ATM). Terminal elektronik yang idsediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
Computer banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
Debit (or check) card. Akrtu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
Direct deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
Direct payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
Electronic bill presentment and payment (EBPP). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar taguhan tersebut secara online juga jika berkenan. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
Electronic check conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (number rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik.
Electronic fund transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik..
Payroll card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
Preauthorized debit (or automatic bill payment). Bentuk pembuayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
Prepaid card. Salah satu tipe Stored-value card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
Smart card. Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada system terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi public) atau system tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
Stored-value card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
RTGS (Real-Time Gross Settlement). Sistem RTGS adalah proses penyelesaian akhirtransaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat Real-time (electronically processed), di mana rekeningpeserta dapat di-debit / di-kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Dengan sistem RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS CentralComputer /RCC) di Bank Sentral (dalam hal ini Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatisdan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam sistem BI-RTGS peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke perserta RTGS lainnya.
Penerapan sistem RTGS di Indonesia telah dimulai sejak tanggal 17 November 2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.[1] Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
Dalam menjalankan mandat tersebut, Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.
- Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
- Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
- Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwaBank Indonesia tidak menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
- Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran
uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya
jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang
layak edar atau biasa disebut clean money policy.
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang elektronik.
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang elektronik.
Uang kertas dan uang logam terdiri dari beberapa pecahan dengan
masing-masing tahun emisinya sebagai berikut: Pecahan uang kertas dan
uang logam beserta gambar
Ruang Lingkup
Ruang lingkup sistem pembayaran:
- Nilai besar, diselenggarakan oleh Bank Indonesia:
- Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
- Bank Indonesia Scripless Securities Settlement (BI-SSSS)
- Nilai kecil:
- Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), diselenggarakan oleh Bank Indonesia
- Instrumen pembayaran elektronis, diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank):
- Kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU), diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank)
Penyelenggara sistem pembayaran non-Bank saat ini terdiri dari Institusi
jasa keuangan, Koperasi dan Institusi penyedia jasa telekomunikasi.
Selain hal-hal di atas, masih terdapat instumen pembayaran lain yaitue-wallet. Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori e-wallet adalah PayPal, Doku, Rakuten, dan RekBer. Kategori e-wallet belum diatur oleh Bank Indonesia.
Selain hal-hal di atas, masih terdapat instumen pembayaran lain yaitue-wallet. Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori e-wallet adalah PayPal, Doku, Rakuten, dan RekBer. Kategori e-wallet belum diatur oleh Bank Indonesia.
Komponen sistem pembayaran
Komponen-komponen yang membangun sebuah sistem pembayaran terdiri dari
Regulator, Penyelenggara, Infrastruktur, Instrumen, dan Pengguna.
- Regulator berwenang mengatur aturan main, ketentuan, dan kebijakan yang mengikat seluruh komponen sistem pembayaran.
- Penyelenggara adalah lembaga yang memastikan penyelesaian akhir dari seluruh transaksi yang terjadi di penggunanya.
- Infrastrukur adalah sarana fisik yang mendukung operasional sistem pembayaran.
- Instrumen adalah alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai yang disepakati oleh para pengguna dalam melakukan transaksi.
- Pengguna adalah konsumen yang memanfaatkan Sistem pembayaran.
Volume transaksi
Perkembangan volume transaksi BI-RTGS:
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 8,61 | 10,32 | 11,22 | 14,00 | 11,71 |
Nominal (juta rupiah) | 42.925,97 | 39.622,13 | 34.194,45 | 54.169,75 | 45.772,96 |
Perkembangan transaksi SKNBI:
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 79,22 | 85,59 | 82,33 | 90,96 | 72,23 |
Nominal (juta rupiah) | 1.400,49 | 1.663,98 | 1.559,65 | 1.747,70 | 1.442,90 |
Perkembangan transaksi APMK:
Account based:
Account based:
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 1.103,23 | 1.353,81 | 1.561,16 | 1.812,08 | 1.461,69 |
Nominal (juta rupiah) | 1.679,40 | 2.056,18 | 1.811,50 | 2.001,85 | 1.608,24 |
Kartu kredit:
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 129,29 | 166,74 | 182,62 | 199,04 | 137,81 |
Nominal (juta rupiah) | 72,60 | 107,27 | 136,69 | 163,21 | 119,63 |
Perkembangan transaksi uang elektronik:
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 0,59 | 2,56 | 17,44 | 26,54 | 24,86 |
Nominal (juta rupiah) | 5,27 | 76,68 | 519,21 | 693,47 | 617,01 |
Perkembangan transaksi KUPU Non-Bank:
Keterangan
|
2009
|
2010
|
2011*)
|
Volume (juta transaksi) | 130,88 | 987,05 | 1.117,92 |
Nominal (juta rupiah) | 954,31 | 4.230,95 | 5.185,26 |
Isu strategis
- Evaluasi ketentuan kartu kredit
- Peningkatan aspek keamanan dalam penyelenggaraan kartu kredit
- Peningkatan aspek prudential dalam kartu kredit
- Aspek perlindungan bagi pemegang kartu kredit (penggunaan tenaga pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit)
- Migrasi chip pada kartu ATM/Debet
- Penggunaan standard teknologi chip yang disepakati industri dan telah disetujui Bank Indonesia
- Mengganti sarana otentikasi dari tanda tangan menjadi PIN minimal 6 digit
- Peningkatan status penyelenggara KUPU sebagai dampak diberlakukannya Undang-Undang No.3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dimana setiap penyelenggara transfer dana harus berbadan hukum.
- Menghadapi Asean Economic Community. Berkaitan denga perdagangan bebas antar anggota negara ASEAN dalam Wawasan 2020 ASEAN. Dengan adanya kemajuan teknologi, lintas batas antar negara menjadi tidak ada artinya.
- Memfasilitasi pembentukan Self Regulating Organization, misal Komite Bye-Laws dan focus group SKNBI.
Arah pengembangan
- Pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II
- Peningkatan efisiensi likuiditas transaksi pembayaran nilai besar
- Penyesuaian terhadap standard industri keuangan internasional
- Peningkatan kapasitas transaksi pada sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
- Mendorong terbentuknya National Payment Gateway (NPG)
- Peningkatan efisiensi investasi infrastruktur secara nasional dalam industri
- Penurunan biaya penyelenggaraan transaksi baik dari sisi industri maupun pengguna
- Interoperability
- Peningkatan efisiensi penyelenggaraan kegiatan
- Perluasan dan peningkatan akses layanan dalam penggunaan.
4.bank indonesia real time gross settlement (BI-RTGS)
bank indonesia real time gross settlement RTGS (Real-Time Gross Settlement). Sistem RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi(settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat Real-time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat di-debit / di-kredit berkali-kali
dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.Dengan sistem RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di
tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan
sistem RTGS (RTGS Central Computer /RCC) di Bank Sentral (dalam hal ini Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldopeserta
pengirim karena dalam sistem BI-RTGS peserta hanya diperbolehkan untuk
mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta RTGS harus meyakinkan
bahwa saldo rekeningnya di Bank cukup sebelum peserta tersebut
melaksanakan transfer ke perserta RTGS lainnya.Penerapan sistem RTGS di
Indonesia telah dimulai sejak tanggal 17 November 2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar